Minggu, 03 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 25

Pelajaran Keduapuluh Lima

———————————–

MATAN:

قال المؤلف رحمه الله تعالى:

وَخَرَجَ عَنْ ذَلِكَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: جَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّالِمُ يُنْصَبُ بِالْكَسْرَةِ وَالْاسْمُ الَّذِي لَا يَنْصَرِفُ يُخْفَضُ بِالْفَتْحَةِ، وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الْمُعْتَلُ الْآخِرُ يُجْزَمُ بِحَذْفِ آخِرِهِ.

Berkata penulis rahimahullah:

“Telah keluar dari (hukum asal) itu tiga jenis;

    Jamak Muannats Saalim, dia di Nashab dengan Kasrah,
    Isim yang tidak menerima Tanwin, dia di Kafadh dengan Fathah,
    Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, dia Jazem dengan membuang huruf akhirnya.”
———————————–

Penjelasan:

Perkataan penulis rahimahullah: ” Telah keluar dari (hukum asal) itu tiga jenis; …”

Telah kami sampaikan pada pembahasan yang telah lalu, bahwa hukum asal Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun adalah di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun, namun ada tiga jenis Kalimat yang keluar dari hukum asalnya yaitu;

    Jamak Muannats Saalim, dia di Nashab dengan Kasrah.

Hukum suatu kalimat yang di Irab dengan harakat, dia di Nashab dengan Fathah, namun untuk Jamak Muannats Saalim, dia di Nashab dengan kasrah. Oleh karena itu, kita nyatakan bahwa untuk Jamak Muannats Saalim ketika dia dalam keadaan Manshub (di Nashab), maka tanda Nashab-nya bukan dengan Fathah, tetapi dengan Kasrah, karena ketika dalam keadaan Manshub (di Nashab), dia keluar dari hukum asal.

Barangsiapa memberikan padanya tanda Nashab dengan Fathah, maka telah jatuh pada kesalahan, karena tanda Nashab-nya bukan dengan Fathah, tetapi dengan Kasrah.

Contoh yang salah:

رَأَيْتُ الْمُسْلِمَاتَ

“Aku melihat para muslimah itu.”

Jika ada seseorang membaca Jumlah diatas, kemudian membaca Kalimat (الْمُسْلِمَاتَ) dengan Harakat akhirnya Fathah, maka kita nyatakan SALAH! karena Jamak Muannats Saalim, ketika di Nashab, bukan dengan Fathah, akan tetapi dengan Kasrah, karena ketika dalam keadaan di Nashab, ia keluar dari hukum asal.

Contoh yang benar:

رَأَيْتُ الْمُسْلِمَاتِ.

“Aku melihat para muslimah itu.”

Pada Jumlah diatas, yang benar ketika membaca Kalimat (الْمُسْلِمَاتِ) adalah dengan Kasrah, karena tanda Nashab bagi Jamak Muannats Saalim adalah dengan Kasrah, bukan dengan Fathah.

    Isim yang tidak menerima Tanwin, dia di Kafadh atau di Jar dengan Fathah.

Kita katakan kembali bahwa hukum suatu kalimat yang di Irab dengan harakat, dia di Khafadh dengan Kasrah, namun untuk Isim yang tidak menerima Tanwin, maka dia di Khafadh dengan Fathah. Oleh karena itu, kita nyatakan bahwa untuk Isim yang tidak menerima Tanwin, maka ketika keduanya dalam keadaan Makhfudh/Majrur (di Khafadh/di Jar), maka tanda Khafadh-nya bukan dengan Kasrah, tetapi dengan Fathah, karena ketika dalam keadaan Makhfudh/Majrur, dia keluar dari hukum asal.

Barangsiapa memberikan padanya tanda Khafadh dengan Kasrah, maka telah jatuh pada kesalahan, karena tanda Khafadh-nya bukan dengan Kasrah, tetapi dengan Fathah.

Contoh Isim yang tidak menerima Tanwin dalam bentuk Isim Mufrad;

    أَحْمَدُ
    حَمْرَةُ

Contoh Isim yang tidak menerima Tanwin dalam bentuk Jamak Taksir;

    أَغْنِيَاءُ
    أَصْدِقَاءُ

Contoh yang salah:

هَذَا لِأَحْمَدِ وَذَاكَ لِأَصْدِقَاءِ

“Ini milik Ahmad dan itu milik teman-teman.”

Jika ada seseorang membaca Jumlah diatas, kemudian membaca Kalimat (لِأَحْمَدِ) dan Kalimat (لِأَصْدِقَاءِ) dengan Harakat akhirnya Kasrah, maka kita nyatakan SALAH! karena Isim yang tidak menerima Tanwin, ketika di Khafadh, bukan dengan Kasrah, akan tetapi dengan Fathah, karena ketika dalam keadaan di Khafadh, ia keluar dari hukum asal.

Contoh yang benar:

هَذَا لِأَحْمَدَ وَذَاكَ لِأَصْدِقَاءَ

“Ini milik Ahmad dan itu milik teman-teman.”

Pada Jumlah diatas, yang benar ketika membaca Kalimat (لِأَحْمَدَ) dan Kalimat (لِأَصْدِقَاءَ) dengan Fathah, karena tanda Khafadh bagi Isim yang tidak menerima Tanwin adalah dengan Fathah, bukan dengan Kasrah.

PERHATIAN:

Jika kalian mendapatkan Isim yang tidak menerima Tanwin masuk padanya Alif dan Lam pada awal Kalimat, maka dia kembali kepada hukum asal, yaitu di Khafadh dengan Kasrah.

Contoh:

هَذِهِ الْهَدِيَّةُ مِنَ الْأَصْدِقَاءِ

“Hadiah ini dari teman-teman.”

Adapun jika tidak, maka dia tetap keluar dari hukum asal, yaitu di Khafadh dengan Fathah.

    Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, dia Jazem dengan membuang huruf akhirnya.

Telah kita jelaskan diatas bahwa hukum suatu kalimat yang di Irab dengan harakat, dia di Jazem dengan Sukun, namun untuk Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, maka dia di Jazem dengan membuang Huruf akhirnya. Oleh karena itu, kita nyatakan bahwa untuk Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, maka ketika dia dalam keadaan Majzum (di Jazem), maka tanda Jazem-nya bukan dengan Sukun, tetapi dengan membuang Huruf akhirnya, karena ketika dalam keadaan Majzum, dia keluar dari hukum asal.

Barangsiapa memberikan padanya tanda Jazem dengan Sukun, maka telah jatuh pada kesalahan, karena tanda Jazem-nya bukan dengan Sukun, tetapi dengan membuang Huruf akhirnya.

Contoh yang salah:

الْمُؤْمِنُ لَمْ يَدْعُوْ غَيْرَ اللهِ.

“Orang beriman tidak berdoa kepada selain Allah.”

Jika ada seseorang membaca Jumlah diatas, kemudian membaca Kalimat (يَدْعُوْ) dengan Harakat akhirnya Sukun, maka kita nyatakan SALAH! karena Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, ketika di Jazem, bukan dengan Sukun, akan tetapi dengan membuang Huruf akhirnya, karena ketika dalam keadaan di Jazem, ia keluar dari hukum asal.

Contoh yang benar:

الْمُؤْمِنُ لَمْ يَدْعُ غَيْرَ اللهِ.

“Orang beriman tidak berdoa kepada selain Allah.”

Pada Jumlah diatas, yang benar ketika membaca Kalimat (يَدْعُ) dengan membuang Huruf akhirnya (Wawu), karena tanda Jazem bagi Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya adalah dengan membuang Huruf akhirnya, bukan dengan Sukun.

PERHATIAN:

Ingatlah selalu istilah-istilah ilmu Nahwu yang sering kita gunakan;

    Marfu’ artinya di Rafa’,
    Manshub artinya di Nashab,
    Makhfudh artinya di Khafadh,
    Majrur artinya di Jar,
    Majzum artinya di Jazem,
    Makhfudh dan Majrur bermakna satu, tidak berbeda,
    Kalimat dalam bahasa Indonesia bermakna kata,
    Jumlah dalam bahasa Indonesia bermakna kalimat,
    Isim artinya kata benda,
    Fi’il artinya kata kerja,

Jadi, apa yang dituntut dari kita pada pelajaran hari ini?

Kita dituntut oleh penulis kitab ini untuk mengetahui bahwa empat jenis Kalimat diatas (Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun) semua di I’rab dengan Harakat. Dan hukum asal I’rab empat Kalimat tersebut adalah di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun. Adapun yang keluar dari hukum asalnya ada tiga, sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Kapan kita mengetahui suatu Kalimat di Rafa’, di Nashab, di Khafadh dan di Jazem? Hal ini akan dibahas pada babnya tersendiri. Janganlah kalian terpusingkan dengan sesuatu yang belum datang penjelasannya!

Demikianlah pelajaran kita hari ini. Kita akan lanjutkan -in syaa Allah- pada pertemuan yang akan datang. Barakallahu fikum.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

————————————-

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy, 12 Dzulhijjah 1435/ 6 Oktber 2014_di Daarul Hadits_Al-Fiyusy_Harasahallah.