Selasa, 12 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 31

Matan:

قال المُؤَلِّفُ رَحِمَهُ اللَّهُ:

    وَالْمُضَارِعُ: مَا كَانَ فِي أَوَّلِهِ إِحْدَى الزَّوَائِدِ الْأَرْبَعِ الَّتِي يَجْمَعُهَا قَوْلُكَ: “أنَيتُ” وَهُوَ مَرْفُوْعٌ أَبَدًا، حَتَى يَدْخُلَ عَلَيْهِ نَاصِبٌ أَوْ جَازِمٌ

Berkata penulis rahimahullah:

    Fi’il Mudhari: Fi’il yang diawalnya terdapat salah satu huruf dari huruf tambahan yang empat yang terkumpul dalam perkataanmu “ANAYTU (Alif, Nun, Ya dan Ta). Fi’il Mudhari’ di Rafa (huruf akhirnya) selama-lamanya, kecuali jika masuk padanya ‘Aamil Nashab dan ‘Amil Jazem.
Penjelasan:

 Fi’il Mudhari’ adalah Fi’il yang diawalnya terdapat salah satu huruf dari huruf tambahan yang empat yang terkumpul dalam perkataanmu “ANAYTU (Alif, Nun, Ya dan Ta).

 Fi’il Mudhari’ memiliki dua hukum:

    Fi’il Mudhari’ ditinjau dari huruf awalnya, dia tidak terlepas dari salah satu dari empat huruf Mudhara’ah; Alif, Nun, Ya dan Ta. Disingkat “ANAYTU”

Contoh yang berawalan Alif:

أَذْهَبُ

Aku sedang/akan pergi

أَضْرِبُ

Aku sedang/akan memukul

أَقْعُدُ

Aku sedang/akan duduk

Contoh yang berawalan Nun:

نَفْهَمُ

Kami sedang/akan memahami

نَجْلِسُ

Kami sedang/akan duduk

نَنْصُرُ

Kami sedang/akan menolong

Contoh yang berawalan Ya:

 يَلْعَبُ

Dia (lk) sedang/akan bermain

 يَغْسِلُ

Dia (lk) sedang/akan mencuci

يَرْقُدُ

Dia (lk) sedang/akan tidur

Contoh yang berawalan Ta:

تَتْرَكُ

Kamu (lk) sedang/akan meninggalkan atau dia (pr) sedang/akan meninggalkan

 تَعْقِلُ

Kamu (lk) sedang/akan berakal atau dia (pr) sedang/akan berakal

تَكْتُبُ

Kamu (lk) sedang/akan menulis atau dia (pr) sedang/akan menulis

    Fi’il Mudhari’ ditinjau dari huruf akhirnya, maka dia terkadang Mabni dan terkadang Mu’rab, dan ini yang mayoritas kita dapatkan.

Adapun Fi’il Mudhari’ yang Mabni, maka dia memiliki dua keadaan;

    Mabni diatas Sukun, yaitu jika Huruf akhirnya bersambung dengan Nun Niswah.

 وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ} البقرة{233

 Fi’il Mudhari’ pada ayat diatas (يُرْضِعْنَ) Mabni diatas Sukun, karena dia bersambung dengan Nun Niswah.

    Mabni diatas Fathah, yaitu jika Huruf akhirnya bersambung dengan Nun Taukid.

 {لَنُخْرِجَنَّكَ} الأعراف:88

 Fi’il Mudhari’ pada ayat diatas (نُخْرِجَنَّ) Mabni diatas Fathah, karena dia bersambung dengan Nun Taukid.

Adapun Fi’il Mudhari’ yang Mu’rab, apabila Huruf akhirnya tidak bersambung dengan Nun Niswah dan tidak pula dengan Nun Taukid;

 Fi’il Mudhari’ yang Mu’rab memiliki dua keadaan;

Mu’rab dengan Harakat, jika Huruf akhirnya tidak bersambung dengan Alif Tatsniyah, Wawu Jama’ah dan Ya Mukhathabah.

 يَدْرُسُ – لَنْ يَدْرُسَ – لَمْ يَدْرُسْ

 يَقْرَأُ – لَنْ يَقْرَأَ – لَمْ يَقْرَأْ

 Dua Fi’il Mudhari’ diatas semua Mu’rab dengan Harakat.

Mu’rab dengan huruf; jika Huruf akhirnya bersambung dengan Alif Tatsniyah, Wawu Jama’ah dan Ya Mukhathabah.

يَشْرَبَانِ – يَشْرَبُوْنَ – تَشْرَبِيْنَ

 Tiga Fi’il Mudhari’ diatas semua Mu’rab dengan Huruf.

Bersambung ke pelajaran berikutnya in syaa Allah.

 Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 21 Jumadal Ula  1436/ 10 April 2015

di kota Ambon Manise.

Sabtu, 09 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 30

Matan :

قال المؤلف – رحمه الله:

    وَالْأَمْرُ: مَجْزُوْمٌ أَبَدًا.

Berkata penulis rahimahullah:

    Fi’il Amr: di Jazem (huruf akhirnya) selama-lamanya,
Penjelasan:

Perkataan penulis: Fi’il ‘Amr Majzum (di Jazem) selama-lamanya, ini menunjukan bahwa penulis berpendapat bahwa Fi’il ‘Amr termasuk Fi’il yang Mu’rab, bukan Mabni. Penulis dalam hal ini mengikuti pendapat Kufiyyun (ulama Nahwu dari Kufah).

Adapun Bahsriyyun (ulama Nahwu dari negeri Bashrah) berpendapat bahwa Fi’il ‘Amr termasuk Fi’il yang Mabni selama-lamanya. Dalam pembahasan ini, kami memilih pendapat Bashriyyun, karena lebih mudah.

Bagaimana bentuk Bina Fi’il Amr? Diatas apa dia Mabni?

Bina Fi’il ‘Amr ada empat:

    Jika Fi’il Mudhari’nya Shahih Akhirnya, yaitu Huruf akhirnya tidak bersambung dengan apapun, seperti;

يَجْلِسُ – اجْلِسْ

maka Fi’il ‘Amr yang terbentuk dari Fi’il tersebut dikatakan Mabni diatas Sukun (اجْلِسْ).

Atau bersambung dengan Nun Niswah, seperti;

يَرْجِعْنَ – ارْجِعْنَ

Maka Fi’il ‘Amr yang terbentuk dari Fi’il tersebut dikatakan Mabni diatas Sukun (ارْجِعْنَ). Adapun Huruf Nun pada akhir Fi’il tersebut adalah Nun Niswah.

Contoh dalam Al-Quran;

    {وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا}
    {وَاذْكُرْنَ مَا يُتْلَى فِي بُيُوتِكُنَّ}

Dua Fi’il ‘Amr dalam kedua ayat diatas (اذْكُرْ) dan (اذْكُرْنَ) Mabni diatas Sukun dengan alasan; yang pertama karena Shahih Akhirnya dan yang kedua karena bersambung dengan Nun Niswah.

    Jika Fi’il Mudhari’nya berbentuk al-Af’alul Khamsah, yaitu bersambung dengan Alif Tatsniyah, Wawu Jama’ah atau Ya Mukhathabah, seperti;

    يَجْلِسَانِ – اجْلِسَا
    يَجْلِسُوْنَ – اجْلِسُوا
    تَجْلِسِيْنَ – اجْلِسِي

maka Fi’il ‘Amr yang terbentuk dari Fi’il tersebut dikatakan Mabni diatas Hadzfun Nun (membuang Huruf Nun).

Contoh dalam Al-Quran; :

    {كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ}
    {فَكُلِي وَاشْرَبِي}

Fi’il ‘Amr yang terdapat dalam kedua ayat diatas (كُلُوا), (اشْرَبُوا), (كُلِي) dan (اشْرَبِي), semua Mabni diatas Hadzfun Nun, karena terbentuk dari al-Af’alul Khamsah.

    Jika Fi’il Mudhari’nya Mu’tal Akhir, yaitu Fi’il Mudhari’ yang Huruf akhirnya Huruf ‘Illah; Wawu, Ya dan Alif;

    يَدْعُو – ادْعُ

    يَرْمِي – ارْمِ

    يَسْعَى – اسْعَ

maka Fi’il ‘Amr yang terbentuk dari Fi’il tersebut dikatakan Mabni diatas Hadzful ‘Illah  (membuang Huruf ‘Illah-nya)

Contoh dalam Al-Quran;

    {ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ}

    {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ}

    {وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ}

Fi’il ‘Amr yang terdapat dalam ketiga ayat diatas (ادْعُ), (اتَّقِ), dan (انْهَ), semua Mabni diatas Hadzful ‘Illah, karena terbentuk dari Fi’il Mudhari’ Mu’tal Akhir.

    Jika Fi’il Mudhari’nya bersambung dengan Nun Taukid, seperti;

    يَضْرِبُ – يَضْرِبَنَّ – اضْرِبَنَّ

Maka Fi’il ‘Amr yang terbentuk dari Fi’il tersebut Mabni diatas Fathah. Adapun Nun di akhir Fi’il tersebut adalah Nun Taukid.

Kesimpulan :

    Yang dituntut dari kita dalam pelajaran ini adalah kita mengetahui tanda Bina Fi’il ‘Amr, yaitu Mabni diatas Sukun, Hadzfun Nun, Hadzful ‘Illah dan Fathah. Adapun Istilah Nun Niswah dan Nun Taukid akan kita bahas pada tempatnya. Bacalah pelajaran ini pelan-pelan, pahami dan cermati, dengan ini semoga pelajaran hari ini bisa dipahami dengan baik.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 13 Jumadal Akhir 1436/ 2 April 2015

di kota Ambon Manise

Jumat, 08 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 29

Matan:

قال المؤلف رحمه الله تعالى:

فالماضي: مَفْتُوْحُ الآخِرِ أَبَدًا.

Berkata penulis rahimahullah : Fi’il Madhi: di Fathah (huruf) akhirnya selama-lamanya,
Penjelasan:

    FI’IL MADHI adalah Kata Kerja Lampau, yaitu suatu kata kerja yang menunjukan bahwa kejadian atau peristiwa tersebut sudah berlalu atau terjadi di waktu lampau.

Contoh:

ضَرَبَ خَالِدٌ زَيْدًا

Khalid telah memukul Zaid.

نَصَرَ عَلِيٌّ مَحْمُوْدًا

Ali telah menolong Mahmud.

رَجَعَ حَامِدٌ مِنَ الْمَدْرَسَةِ

Hamid telah pulang dari sekolah.

Penulis kitab ini menyatakan bahwa Fi’il Madhi selalu Mabni diatas Fathah, baik dia bersambung dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat, bersambung dengan Dhamir Wawu Jama’ah, maupun tidak bersambung dengan keduanya.

Contoh:

    Fi’il Madhi yang tidak bersambung dengan kedua Dhamir tersebut;

ضَرَبَ – نَصَرَ – رَجَعَ

Lihatlah harakat akhir tiga Fi’il tersebut tetap dalam keadaan Fathah.

    Fi’il Madhi yang bersambung dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat;

ضَرَبْتَ – نَصَرْتُ – رَجَعْتِ

Huruf Ta (ت) yang berada pada akhir tiga Fi’il Madhi diatas dinamakan dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat.

Menurut penulis, meskipun Fi’il Madhi tersebut bersambung dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat, maka tetap dihukumi Fi’il Madhi tersebut Mabni diatas Fathah, namun dia Fathah Muqaddar.

Kenapa demikian, padahal yang nampak pada Fi’il tersebut Mabni diatas Sukun?

Kata mereka, ‘Fi’il Madhi tersebut Mabni diatas Fathah Muqaddar, dia di Sukun karena bersambung dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat.

    Adapun kita dalam pembahasan ini memilih pendapat yang lebih mudah, sebagaimana yang dikatakan asy-Syaikh al-‘Utsaimin, bahwa paling mudah kita katakan bahwa Fi’il Madhi jika bersambung dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat, maka dia Mabni diatas Sukun. ini adalah pendapat Jumhur Bashriyun.

    Fi’il Madhi yang bersambung dengan Dhamir Wawu Jama’ah;

ضَرَبُوا – نَصَرُوا – رَجَعُوا

Huruf Wawu (و) yang berada pada akhir tiga Fi’il Madhi diatas dinamakan dengan Dhamir Wawu Jama’ah.

Menurut penulis, meskipun Fi’il Madhi tersebut bersambung dengan Dhamir Wawu Jama’ah, maka tetap dihukumi Fi’il Madhi tersebut Mabni diatas Fathah Muqaddar dengan alasan yang sama.

    Adapun kami dalam pembahasan ini memilih pendapat yang lebih mudah bahwa Fi’il Madhi jika bersambung dengan Dhamir Wawu Jama’ah, maka dia Mabni diatas Dhammah. Ini adalah pendapat Jumhur Bashriyun.

Kesimpulan:

Fi’il Madhi selalu Mabni, sedangkan tanda Bina-nya ada tiga;

    Mabni diatas Fathah.
    Mabni diatas Sukun, hal ini jika dia bersambung dengan Dhamir Rafa’ yang berharakat.
    Mabni diatas Dhammah, hal ini jika dia bersambung dengan Dhamir Wawu Jama’ah.

Apa itu Dhamir Rafa’ yang berharakat dan Dhamir Wawu Jama’ah?

Penjelasan tentang Dhamir Rafa’ yang berharakat dan Wawu jama’ah akan kita bahas pada tempatnya. Oleh karena itu, yang penting dalam pembahasan ini adalah kalian mengetahui bahwa Bina Fi’il Madhi ada tiga, diatas Fathah, Sukun dan Dhammah. Ini saja yang perlu antum ketahui dalam pelajaran kita hari ini. Barakallahu fikum.

ISTILAH BARU:

Fathah Muqaddar : Harakat Fathah yang tidak tampak.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 6 Jumadal Akhir 1436/ 26 Maret 2015

di kota Ambon Manise.


Kamis, 07 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 28

Pelajaran Kedua Puluh Delapan

MATAN:

قال المؤلف رحمه الله: باب الأفعال

 الأفعالُ ثَلَاثَةٌ: مَاضٍ، وَمُضَارِعٌ، وَأَمْرٌ، نَحْوُ: ضَرَبَ، ويَضرِبُ، واضرِبْ.

Berkata penulis rahimahullah :

BAB FI’IL-FI’IL (Penjelasan tentang macam-macam kata kerja)

Fi’il (kata kerja) itu ada tiga macam: Fi’il Madhi, Fil’il Mudhari’ dan Fi’il Amr

Contohnya:

    Fil’il Madhi: ضَرَبَ
    Fi’il Mudhari’: يَضرِبُ
    Fi’il Amr: اضْرِبْ
Penjelasan:

Setelah penulis rahimahullah selesai menyebutkan definisi kalam dan I’rab serta menjelaskan macam-macamnya dan alamat-alamat I’rabnya, dan penulis telah menjelaskan pula bahwa Kalimat yang bisa menerima tanda I’rab ada dua; Isim dan Fi’il, maka sekarang penulis beranjak menguraikan satu persatu pembahasan Isim dan Fi’il.

Kenapa didahulukan pembahasan Fi’il?

Karena pembahasan Fi’il lebih pendek daripada pembahasan Isim dan juga agar penuntut ilmu lebih konsentrasi dan mencurahkan pikirannya untuk pembahasan yang lebih panjang. Wallahu a’lam.

Para ahli Nahwu setelah melakukan penelitian terhadap pembicaraan orang-orang Arab, mereka mendapatkan bahwa Fi’il hanya terbagi menjadi tiga macam saja;

    Fi’il Madhi,
    Fi’il Amr,
    Fi’il Mudhari’.

Hukum Asal Fi’il adalah Mabni, yaitu tetapnya harakat huruf akhirnya dalam satu keadaan, tidak akan berubah harakatnya meskipun dimasuki berbagai jenis ‘Aamil. Ini adalah pendapat yang kami pilih. Adapun penulis rahimahullah dalam kitab ini banyak mengikuti madzhab Kufiyun, yang menyatakan bahwa Fi’il Amr adalah Mu’rab, oleh karena itu beliau mengatakan bahwa Fi’il Amr adalah Majzum. Adapun kami memilih pendapat yang menyatakan bahwa hukum asal Fi’il adalah Mabni; Fi’il Madhi dan Fi’il Amr adalah Mabni. Sedangkan untuk Fi’il Mudhari’ maka dia keluar dari hukum asalnya, yaitu dia dihukumi Mu’rab, selama dia tidak bersambung dengan Nun Taukid dan Nun Niswah.

Catatan:

Untuk mengetahui pembahasan Mabni atau al-Bina silahkan lihat pelajaran yang keenam!

Demikianlah pembukaan dari bab Fi’il ini kami sampaikan. Pada pertemuan yang akan datang, kita akan mulai menerangkan satu persatu definisi tiga Fi’il tersebut beserta penjelasannya, in syaa Allah. Kami harap para penuntut ilmu mulai konsentrasi dalam pembahasan kita, karena kita sudah mulai memasuki pembahasan inti dari pelajaran ilmu Nahwu. Kami ingatkan agar jangan lupa untuk terus mengulang-ulang pelajaran-pelajaran yang telah lalu dan apa-apa yang telah dihafal dari tanda-tanda I’rab suatu Isim dan Fi’il, karena pembahasan yang akan kita pelajari nanti selalu berkaitan dengan pelajaran-pelajaran yang telah lewat.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 21 Jumadal Ula  1436/ 11 Maret 2015_

di kota Ambon Manise.


Rabu, 06 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 27

MATAN:

قال المؤلف رحمه الله:  فَأَمَّا التَّثْنِيَّةُ فَتُرْفَعُ بِالْأَلِفِ، وَتُنْصَبُ وَتُخْفَضُ بِالْيَاءِ. وَأَمَّا جَمْعُ الْمُذَّكَرِ السَّالِمُ فَيُرْفَعُ بِالْوَاوِ، وَيُنْصَبُ وَيُخْفَضُ بِالْيَاءِ. وَأَمَّا الْأَسْمَاءُ الْخَمْسَةُ فَتُرْفَعُ بِالْوَاوِ، وَتُنْصَبُ بِالْأَلِفِ، وَتُخْفَضُ بِالْيَاءِ. وَأَمَّا الْأَفْعَالُ الْخَمْسَةُ فَتُرْفَعُ بِالنُّونِ، وَتُنْصَبُ وَتُجْزَمُ بِحَذْفِهِ.

Berkata penulis rahimahullah:

    AdapunTatsniyah, ia di Rafa’ dengan Huruf Alif, di Nashab dan di Khafadh dengan Huruf Ya,
    Adapun Jamak Mudzakkar Saalim, ia di Rafa’ dengan Huruf Wawu, di Nashab dan di Khafadh dengan Ya,
    Adapun Al-Asmaaul Khamsah, ia di Rafa’ dengan Huruf Wawu, di Nashab dengan Huruf Alif dan di Khafadh dengan Huruf Ya,
    Adapun Al-Af’aalul Khamsah, ia di Rafa’ dengan Huruf Nun, di Nashab dan di Jazem dengan membuang Huruf Nun-nya.
Penjelasan:

Perkataan penulis rahimahullah: “AdapunTatsniyah, ia di Rafa’ dengan Huruf Alif, di Nashab dan di Khafadh dengan Huruf Ya”

    Tatsniyah atau Isim Mutsanna;

a. Ia di Rafa’ dengan Huruf Alif, contohnya;

جَاءَ الْمُسْلِمَانِ إِلَى الْمَسْجِدِ.

“Dua orang muslim itu telah datang ke masjid.”

Kalimat (الْمُسْلِمَانِ) adalah Isim Mutsanna, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Marfu’ (di Rafa’), sedangkan tanda Rafa’nya adalah Huruf Alif (yang berada sebelum Huruf Nun).

b. Ia di Nashab dengan Huruf Ya, contohnya;

 رَأَيْتُ الْمُسْلِمَيْنِ فِيْ الْمَسْجِدِ.

“Aku melihat dua orang muslim itu berada didalam masjid.”

Kalimat (الْمُسْلِمَيْنِ) adalah Isim Mutsanna, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Manshub (di Nashab), sedangkan tanda Nashabnya adalah Huruf Ya (yang berada sebelum Huruf Nun).

c. Ia di Khafadh dengan Huruf Ya, contohnya;

هَذَا الْبَيْتُ لِلْمُسْلِمَيْنِ.

“Rumah ini milik dua orang muslim itu.”

Kalimat (الْمُسْلِمَيْنِ) adalah Isim Mutsanna, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Makhfudh (di Khafadh), sedangkan tanda Khafadhnya adalah Huruf Ya (yang berada sebelum Huruf Nun).

Perkataan penulis rahimahullah: “Adapun Jamak Mudzakkar Saalim, ia di Rafa’ dengan Huruf Wawu, di Nashab dan di Khafadh dengan Ya “

    Jamak Mudzakkar Saalim,

a. Ia di Rafa’ dengan Huruf Wawu, contohnya;

جَاءَ الْمُسْلِمُوْنَ إِلَى الْمَسْجِدِ.

 “Orang-orang muslim itu telah datang ke masjid.”

 Kalimat (الْمُسْلِمُوْنَ) adalah Jamak Mudzakkar Saalim, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Marfu’ (di Rafa’), sedangkan tanda Rafa’nya adalah Huruf Wawu (yang berada sebelum Huruf Nun).

b. Ia di Nashab dengan Huruf Ya, contohnya;

رَأَيْتُ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ الْمَسْجِدِ.

 “Aku melihat orang-orang muslim itu berada didalam masjid.”

 Kalimat (الْمُسْلِمِيْنَ) adalah Jamak Mudzakkar Saalim, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Manshub (di Nashab), sedangkan tanda Nashabnya adalah Huruf Ya (yang berada sebelum Huruf Nun).

c. Ia di Khafadh dengan Huruf Ya, contohnya;

هَذَا الْبَيْتُ لِلْمُسْلِمِيْنِ.

 “Rumah ini milik orang-orang muslim itu.”

 Kalimat (الْمُسْلِمِيْنَ) adalah Jamak Mudzakkar Saalim, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Makhfudh (di Khafadh), sedangkan tanda Khafadhnya adalah Huruf Ya (yang berada sebelum Huruf Nun).

Telah kami jelaskan cara membedakan antara Isim Mutsanna dengan Jamak Mudzakkar Saalim ketika dalam keadaan Manshub atau Makhfudh pada pelajaran keenambelas, silahkan dilihat kembali!

Perkataan penulis rahimahullah: “Adapun Al-Asmaaul Khamsah, ia di Rafa’ dengan Huruf Wawu, di Nashab dengan Huruf Alif dan di Khafadh dengan Huruf Ya.”

    Al-Asmaaul Khamsah,

a. Ia di Rafa’ dengan Huruf Wawu, contohnya;

جَاءَ أَبُوْكَ إِلَى الْمَسْجِدِ.

“Ayahmu telah datang ke masjid.”

Kalimat (أَبُوْكَ) adalah termasuk dalam Al-Asmaaul Khamsah, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Marfu’ (di Rafa’), sedangkan tanda Rafa’nya adalah Huruf Wawu.

b. Ia di Nashab dengan Huruf Alif, contohnya;

رَأَيْتُ أَبَاكَ فِيْ الْمَسْجِدِ.

“Aku melihat ayahmu berada didalam masjid.”

Kalimat (أَبَاكَ) adalah Al-Asmaaul Khamsah, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Manshub (di Nashab), sedangkan tanda Nashabnya adalah Huruf Alif.

c. Ia di Khafadh dengan Huruf Ya, contohnya;

هَذَا الْبَيْتُ لِأَبِيْكَ.

“Rumah ini milik ayahmu.”

Kalimat (أَبِيْك) adalah Al-Asmaaul Khamsah, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Makhfudh (di Khafadh), sedangkan tanda Khafadhnya adalah Huruf Ya.

Perkataan penulis rahimahullah: ” Adapun Al-Af’aalul Khamsah, ia di Rafa’ dengan Huruf Nun, di Nashab dan di Jazem dengan membuang Huruf Nun-nya.”

    Al-Af’aalul Khamsah,

a. Ia di Rafa’ dengan Huruf Nun, contohnya;

الْمُسْلِمُوْنَ يَذْهَبُوْنَ إِلَى الْمَسْجِدِ.

 “Orang-orang muslim itu telah pergi ke masjid.”

 Kalimat (يَذْهَبُوْنَ) adalah termasuk dalam Al-Af’aalul Khamsah, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Marfu’ (di Rafa’), sedangkan tanda Rafa’nya adalah Huruf Nun.

b. Ia di Nashab dengan membuang Huruf Nun-nya, contohnya;

الْمُسْلِمُوْنَ لَنْ يَذْهَبُوْا إِلَى أَمْرِيْكَا.

 “Orang-orang muslim itu tidak akan pergi ke Amerika.”

 Kalimat (يَذْهَبُوْا) adalah termasuk dalam Al-Af’aalul Khamsah, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Manshub (di Nashab), sedangkan tanda Nashabnya adalah membuang Huruf Nun-nya.

d. Ia di Jazem dengan membuang huruf Nun-nya, contohnya;

الْمُسْلِمُوْنَ لم يَذْهَبُوْا إِلَى الْمَسْجِدِ.

 “Orang-orang muslim itu belum pergi ke masjid.”

Kalimat (يَذْهَبُوْا) adalah termasuk dalam Al-Af’aalul Khamsah, dalam Jumlah ini ia dalam keadaan Majzum (di Jazem), sedangkan tanda Jazemnya adalah membuang Huruf Nun-nya.

Dengan ini usailah kita dari penjelasan alamat-alamat I’rab suatu Kalimat, baik dia Isim maupun Fi’il. Yang dituntut dari kita pada pelajaran-pelajaran yang telah berlalu adalah menghafal setiap alamat I’rab masing-masing Isim maupun Fi’il ketika di Rafa’, di Nashab, di Khafadh/di Jar ataupun di Jazem.

Adapun kita mengetahui kapan Isim atau Fi’il di Rafa’, di Nashab, di Khafadh atau di Jazem, hal ini akan dijelaskan pada babnya tersendiri. Demikianlah pelajaran kita hari ini. Kita akan lanjutkan -in syaa Allah- pada pertemuan yang akan datang. Barakallahu fikum.

 Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 21 Jumadal Ula  1436/ 11 Maret 2015_

di kota Ambon Manise.

Senin, 04 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 26

MATAN:

قال الؤلف رحمه الله:

“وَالَّذِي يُعْرَبُ بِالْحُرُوْفِ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ : التَّثْنِيَّةُ، وَجَمْعُ الْمُذَكَّرِ السَّالِمُ، وَالْأَسْمَاءُ الْخَمْسَةُ، وَالْأَفْعَالُ الْخَمْسَةُ، وَهِيَ: يَفْعَلَانِ، وَتَفْعَلَانِ، وَيَفْعَلُوْنَ، وَتَفْعَلُوْنَ، وَتَفْعَلِيْنَ.”

“Berkata penulis rahimahullah:

Dan (kelompok) yang di I’rab dengan Huruf ada 4 jenis;

    Tatsniyah,
    Jamak Mudzakkar Saalim,
    Al-Asmaaul Khamsah,
    Al-Af’aalul Khamsah, yaitu;

يَفْعَلَانِ، وَتَفْعَلَانِ، وَيَفْعَلُوْنَ، وَتَفْعَلُوْنَ، وَتَفْعَلِيْنَ.
Penjelasan :

Setelah penulis rahimahullah menyebutkan jenis-jenis Kalimat yang di I’rab dengan Harakat, sekarang beliau akan menyebutkan jenis-jenis Kalimat yang di I’rab dengan Huruf.

Kelompok kedua; kelompok yang di I’rab dengan Huruf ada empat jenis.

    Tatsniyah (dual).

Yang dimaksud adalah Isim Mutsanna, yaitu kata benda yang berjumlah dua, baik Mudzakkar (laki-laki) maupun Muannats (perempuan), dengan adanya penambahan huruf Alif dan Nun atau Ya dan Nun pada bentuk Mufradnya.

Contoh:

- قَلَمٌ + ان = قَلَمَانِ

- قَلَمٌ + ين = قَلَمَيْنِ

- مَكْتَبٌ + ان = مَكْتَبَانِ

- مَكْتَبٌ + ين = مَكْتَبَيْنِ

    Jamak Mudzakkar Saalim (plural).

Yaitu kata benda yang jumlahnya lebih dari dua, dengan adanya penambahan huruf Wawu dan Nun atau Ya dan Nun pada bentuk Mufradnya.

Contoh:

- مُهَنْدِسٌ + ون = مُهَنْدِسُوْنَ

- مُهَنْدِسٌ + ين = مُهَنْدِسِيْنَ

- مُسْلِمٌ + ون = مُسْلِمُوْنَ

- مُسْلِمٌ + ين = مُسْلِمِيْنَ

    Al-Asmaaul Khamsah.

Yaitu Isim yang lima;

- أَبُوْكَ

- أَخُوْكَ

- حَمُوْكَ

- فُوْكَ

- ذُوْ مَالٍ

    Al-Af’aalul Khamsah (Fi’il-fi’il yang lima).

Dia adalah Fi’il Mudhari’ yang bersambung padanya Dhamir Tatsniyah atau Dhamir Jamak atau Dhamir Ya Mukhathabah. Lima Fi’il Mudhari’ tersebut mengikuti Wazan (pola pembentukan) Fi’il berikut ini:

يَفْعَلاَنِ، وَتَفْعَلاَنِ، وَيَفْعَلُوْنَ، وَتَفْعَلُوْنَ، وَتَفْعَلِيْنَ.

    Contoh yang bersambung padanya Dhamir Tatsniyah, yaitu Huruh Alif;

يَفْعَلَانِ – تَفْعَلَانِ

    Contoh yang bersambung padanya Dhamir Jamak; yaitu Huruf Wawu;

يَفْعَلُوْنَ – تَفْعَلُوْنَ

    Contoh yang bersambung padanya Dhamir Ya Mukhathabah, yaitu Huruf Ya;

تَفْعَلِيْنَ

Empat jenis Kalimat diatas; Isim Mutsanna, Jamak Mudzakkar Saalim, Al-Asmaaul Khamsah dan Al-Af’aalul Khamsah, semuanya di I’rab dengan Huruf, bukan dengan Harakat. Adapun uraian selanjutnya tentang empat jenis Kalimat ini akan kami jelaskan satu persatu tanda I’rabnya pada pertemuan berikutnya, in syaa Allah.

Demikianlah pelajaran kita hari ini. Kita akan lanjutkan -in syaa Allah- pada pertemuan yang akan datang. Barakallahu fikum.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

————————————-

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy, 17 Muharam 1436/ 10 November 2014_di Daarul Hadits_Al-Fiyusy_Harasahallah.

Minggu, 03 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 25

Pelajaran Keduapuluh Lima

———————————–

MATAN:

قال المؤلف رحمه الله تعالى:

وَخَرَجَ عَنْ ذَلِكَ ثَلَاثَةُ أَشْيَاءَ: جَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّالِمُ يُنْصَبُ بِالْكَسْرَةِ وَالْاسْمُ الَّذِي لَا يَنْصَرِفُ يُخْفَضُ بِالْفَتْحَةِ، وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الْمُعْتَلُ الْآخِرُ يُجْزَمُ بِحَذْفِ آخِرِهِ.

Berkata penulis rahimahullah:

“Telah keluar dari (hukum asal) itu tiga jenis;

    Jamak Muannats Saalim, dia di Nashab dengan Kasrah,
    Isim yang tidak menerima Tanwin, dia di Kafadh dengan Fathah,
    Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, dia Jazem dengan membuang huruf akhirnya.”
———————————–

Penjelasan:

Perkataan penulis rahimahullah: ” Telah keluar dari (hukum asal) itu tiga jenis; …”

Telah kami sampaikan pada pembahasan yang telah lalu, bahwa hukum asal Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun adalah di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun, namun ada tiga jenis Kalimat yang keluar dari hukum asalnya yaitu;

    Jamak Muannats Saalim, dia di Nashab dengan Kasrah.

Hukum suatu kalimat yang di Irab dengan harakat, dia di Nashab dengan Fathah, namun untuk Jamak Muannats Saalim, dia di Nashab dengan kasrah. Oleh karena itu, kita nyatakan bahwa untuk Jamak Muannats Saalim ketika dia dalam keadaan Manshub (di Nashab), maka tanda Nashab-nya bukan dengan Fathah, tetapi dengan Kasrah, karena ketika dalam keadaan Manshub (di Nashab), dia keluar dari hukum asal.

Barangsiapa memberikan padanya tanda Nashab dengan Fathah, maka telah jatuh pada kesalahan, karena tanda Nashab-nya bukan dengan Fathah, tetapi dengan Kasrah.

Contoh yang salah:

رَأَيْتُ الْمُسْلِمَاتَ

“Aku melihat para muslimah itu.”

Jika ada seseorang membaca Jumlah diatas, kemudian membaca Kalimat (الْمُسْلِمَاتَ) dengan Harakat akhirnya Fathah, maka kita nyatakan SALAH! karena Jamak Muannats Saalim, ketika di Nashab, bukan dengan Fathah, akan tetapi dengan Kasrah, karena ketika dalam keadaan di Nashab, ia keluar dari hukum asal.

Contoh yang benar:

رَأَيْتُ الْمُسْلِمَاتِ.

“Aku melihat para muslimah itu.”

Pada Jumlah diatas, yang benar ketika membaca Kalimat (الْمُسْلِمَاتِ) adalah dengan Kasrah, karena tanda Nashab bagi Jamak Muannats Saalim adalah dengan Kasrah, bukan dengan Fathah.

    Isim yang tidak menerima Tanwin, dia di Kafadh atau di Jar dengan Fathah.

Kita katakan kembali bahwa hukum suatu kalimat yang di Irab dengan harakat, dia di Khafadh dengan Kasrah, namun untuk Isim yang tidak menerima Tanwin, maka dia di Khafadh dengan Fathah. Oleh karena itu, kita nyatakan bahwa untuk Isim yang tidak menerima Tanwin, maka ketika keduanya dalam keadaan Makhfudh/Majrur (di Khafadh/di Jar), maka tanda Khafadh-nya bukan dengan Kasrah, tetapi dengan Fathah, karena ketika dalam keadaan Makhfudh/Majrur, dia keluar dari hukum asal.

Barangsiapa memberikan padanya tanda Khafadh dengan Kasrah, maka telah jatuh pada kesalahan, karena tanda Khafadh-nya bukan dengan Kasrah, tetapi dengan Fathah.

Contoh Isim yang tidak menerima Tanwin dalam bentuk Isim Mufrad;

    أَحْمَدُ
    حَمْرَةُ

Contoh Isim yang tidak menerima Tanwin dalam bentuk Jamak Taksir;

    أَغْنِيَاءُ
    أَصْدِقَاءُ

Contoh yang salah:

هَذَا لِأَحْمَدِ وَذَاكَ لِأَصْدِقَاءِ

“Ini milik Ahmad dan itu milik teman-teman.”

Jika ada seseorang membaca Jumlah diatas, kemudian membaca Kalimat (لِأَحْمَدِ) dan Kalimat (لِأَصْدِقَاءِ) dengan Harakat akhirnya Kasrah, maka kita nyatakan SALAH! karena Isim yang tidak menerima Tanwin, ketika di Khafadh, bukan dengan Kasrah, akan tetapi dengan Fathah, karena ketika dalam keadaan di Khafadh, ia keluar dari hukum asal.

Contoh yang benar:

هَذَا لِأَحْمَدَ وَذَاكَ لِأَصْدِقَاءَ

“Ini milik Ahmad dan itu milik teman-teman.”

Pada Jumlah diatas, yang benar ketika membaca Kalimat (لِأَحْمَدَ) dan Kalimat (لِأَصْدِقَاءَ) dengan Fathah, karena tanda Khafadh bagi Isim yang tidak menerima Tanwin adalah dengan Fathah, bukan dengan Kasrah.

PERHATIAN:

Jika kalian mendapatkan Isim yang tidak menerima Tanwin masuk padanya Alif dan Lam pada awal Kalimat, maka dia kembali kepada hukum asal, yaitu di Khafadh dengan Kasrah.

Contoh:

هَذِهِ الْهَدِيَّةُ مِنَ الْأَصْدِقَاءِ

“Hadiah ini dari teman-teman.”

Adapun jika tidak, maka dia tetap keluar dari hukum asal, yaitu di Khafadh dengan Fathah.

    Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, dia Jazem dengan membuang huruf akhirnya.

Telah kita jelaskan diatas bahwa hukum suatu kalimat yang di Irab dengan harakat, dia di Jazem dengan Sukun, namun untuk Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, maka dia di Jazem dengan membuang Huruf akhirnya. Oleh karena itu, kita nyatakan bahwa untuk Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, maka ketika dia dalam keadaan Majzum (di Jazem), maka tanda Jazem-nya bukan dengan Sukun, tetapi dengan membuang Huruf akhirnya, karena ketika dalam keadaan Majzum, dia keluar dari hukum asal.

Barangsiapa memberikan padanya tanda Jazem dengan Sukun, maka telah jatuh pada kesalahan, karena tanda Jazem-nya bukan dengan Sukun, tetapi dengan membuang Huruf akhirnya.

Contoh yang salah:

الْمُؤْمِنُ لَمْ يَدْعُوْ غَيْرَ اللهِ.

“Orang beriman tidak berdoa kepada selain Allah.”

Jika ada seseorang membaca Jumlah diatas, kemudian membaca Kalimat (يَدْعُوْ) dengan Harakat akhirnya Sukun, maka kita nyatakan SALAH! karena Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya, ketika di Jazem, bukan dengan Sukun, akan tetapi dengan membuang Huruf akhirnya, karena ketika dalam keadaan di Jazem, ia keluar dari hukum asal.

Contoh yang benar:

الْمُؤْمِنُ لَمْ يَدْعُ غَيْرَ اللهِ.

“Orang beriman tidak berdoa kepada selain Allah.”

Pada Jumlah diatas, yang benar ketika membaca Kalimat (يَدْعُ) dengan membuang Huruf akhirnya (Wawu), karena tanda Jazem bagi Fi’il Mudhari yang Mu’tal akhirnya adalah dengan membuang Huruf akhirnya, bukan dengan Sukun.

PERHATIAN:

Ingatlah selalu istilah-istilah ilmu Nahwu yang sering kita gunakan;

    Marfu’ artinya di Rafa’,
    Manshub artinya di Nashab,
    Makhfudh artinya di Khafadh,
    Majrur artinya di Jar,
    Majzum artinya di Jazem,
    Makhfudh dan Majrur bermakna satu, tidak berbeda,
    Kalimat dalam bahasa Indonesia bermakna kata,
    Jumlah dalam bahasa Indonesia bermakna kalimat,
    Isim artinya kata benda,
    Fi’il artinya kata kerja,

Jadi, apa yang dituntut dari kita pada pelajaran hari ini?

Kita dituntut oleh penulis kitab ini untuk mengetahui bahwa empat jenis Kalimat diatas (Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun) semua di I’rab dengan Harakat. Dan hukum asal I’rab empat Kalimat tersebut adalah di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun. Adapun yang keluar dari hukum asalnya ada tiga, sebagaimana yang telah kami jelaskan.

Kapan kita mengetahui suatu Kalimat di Rafa’, di Nashab, di Khafadh dan di Jazem? Hal ini akan dibahas pada babnya tersendiri. Janganlah kalian terpusingkan dengan sesuatu yang belum datang penjelasannya!

Demikianlah pelajaran kita hari ini. Kita akan lanjutkan -in syaa Allah- pada pertemuan yang akan datang. Barakallahu fikum.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.

————————————-

Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy, 12 Dzulhijjah 1435/ 6 Oktber 2014_di Daarul Hadits_Al-Fiyusy_Harasahallah.

Sabtu, 02 Mei 2015

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 24

Pelajaran Kedua Puluh Empat

MATAN:

قال المؤلف – رحمه الله:
“وَكُلُّهَا تُرْفَعُ بِالضَّمْةِ، وَتُنْصَبُ بِالْفَتْحَةِ وَتُخْفَضُ بِالْكَسْرَةِ وَتُجْزَمُ بِالسُّكُوْنِ.”

Berkata penulis rahimahullah: “Semua jenis ini di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun.”
PENJELASAN:

Perkataan penulis rahimahullah: “Semua jenis ini …”

    Yaitu Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun.”

Perkataan penulis rahimahullah: “di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun.”

    Semua empat jenis ini hukum asalnya di I’rab dengan Harakat, yakni di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun.”

Contoh:

    Isim Mufrad.

- جَاءَ الطَّالِبُ.

“Siswa itu telah datang”.

- رَأَيْتُ الطَّالِبَ.

“Aku melihat pelajar itu”.

- هَذَا الْكِتَابُ لِلطَّالِبِ.

“Kitab ini milik siswa itu”.

Perhatikanlah Isim Mufrad ini (الطَّالِبُ)! Dia di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah dan di Khafadh dengan Kasrah.

    Jamak Taksir.

- رَجَعَ التُّجَّارُ.

“Para pedagang itu telah pulang”.

- إِنَّ التُّجَّارَ حَضَرُوا.

“Sesungguhnya para pedagang itu telah hadir”.

- هَذِهِ المَكَاتِبُ لِلتُّجَّارِ.

“Kantor-kantor ini milik para pedagang itu”.

Perhatikanlah Jamak Taksir ini (التُّجَّارُ)! Dia di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah dan di Khafadh dengan Kasrah.

    Jamak Muannats Saalim.

- الْمُسْلِمَاتُ صَالِحَاتٌ.

“Para muslimah itu adalah orang-orang yang shalih”.

- رَأَيْتُ الْمُسْلِمَاتِ فِي الْمَسْجِدِ.

“Aku melihat para muslimah itu didalam masjid”.

- هَذِهِ الْمَلَابِسُ لِلْمُسْلِمَاتِ.

“Pakaian-pakaian ini milik para muslimah itu”.

Perhatikanlah Jamak Muannats Saalim ini (الْمُسْلِمَاتُ)! Dia di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Kasrah dan di Khafadh dengan Kasrah.

Kenapa tanda Nashab Jamak Muannats Saalim dengan Kasrah?

Karena dia keluar dari hukum asalnya. Hal-hal yang keluar dari hukum asalnya akan diterangkan pada pertemuan berikutnya, In syaa Allah.

Kenapa tidak ada Harakat Jazem/Sukun pada ketiga Isim diatas (Isim Mufrad, Jamak Taksir dan Jamak Muannats Saalim)?

Telah lewat diawal kitab ini, bahwa Isim yang Mu’rab tidak akan menerima Harakat Jazem selama-lamanya.

    Fi’il Mudhari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun.

- مُحَمَّدٌ يَذْهَبُ إِلَى السُّوْقِ.

“Muhammad sedang pergi ke pasar”.

- خَالِدٌ لَنْ يَذْهَبَ إِلَى أَمْرِيْكَا.

“Khalid tidak akan pergi ke Amerika”.

- زَيْدٌ لَمْ يَذْهَبْ إِلَى الْمَدْرَسَةِ.

“Zaid belum pergi ke sekolahan”.

Perhatikanlah Fi’il Mudhari’ ini (يَذْهَبُ)! Dia di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah dan di Jazem dengan Sukun.

Kenapa tidak ada Harakat Khafadh/Kasrah pada Fi’il Mudhari diatas?

Telah lewat diawal kitab ini, bahwa Fi’il Mudhari’ tidak akan menerima Harakat Khafadh selama-lamanya.

Jadi, apa yang dituntut dari kita pada pelajaran hari ini?

Kita dituntut oleh penulis kitab ini untuk mengetahui bahwa empat jenis Kalimat diatas (Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun) semua di I’rab dengan Harakat. Dan hukum asal I’rab empat Kalimat tersebut adalah di Rafa’ dengan Dhammah, di Nashab dengan Fathah, di Khafadh dengan Kasrah dan di Jazem dengan Sukun. Adapun hal-hal yang keluar dari hukum asalnya akan dijelaskan pada pertemuan yang akan datang, in syaa Allah.

Kapan kita mengetahui suatu Kalimat di Rafa’, di Nashab, di Khafadh dan di Jazem? Hal ini akan dibahas pada babnya tersendiri. Janganlah kalian terpusingkan dengan sesuatu yang belum datang penjelasannya! Demikianlah pelajaran kita hari ini. Kita akan lanjutkan -in syaa Allah- pada pertemuan yang akan datang. Barakallahu fikum.

Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.
-Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy, 2 Muharam 1436/ 25 Oktber 2014_di Daarul Hadits_Al-Fiyusy_Harasahallah.

Jumat, 01 Mei 2015

40. AUDIO BAB INNA DAN SAUDARANYA


Pelajaran Bahasa Arab kitab

  التحفة السنية
بشرح المقدمة الآجرومية

✏تأليف : محمد محي الدين عبد الحميد

Bersama : Al ustadz Muhammad bin Umar Assewed حفظه الله

Inna dan saudara²nya
إنَّ وأخواتها

Kajian 2 Jumadal Akhirah ١٤٣٦ H / Tgl. 23 Maret 2015 M

Link Donlod : https://app.box.com/s/1f08u3oinhoibeltwrbk4vyglb57g1hc

WhatsApp Salafy Cirebon

al Ajurumiyyah : Pelajaran – 23

Pelajaran Kedua Puluh Tiga

MATAN:

الْمُعْرَبَاتُ
قال المؤلف – رحمه الله: فَصْلٌ
“الْمُعْرَبَاتُ قِسْمَانِ: قِسْمٌ يُعْرَبُ بِالْحَرَكَاتِ، وَقِسْمٌ يُعْرَبُ بِالْحُرُوْفِ. فَالَّذِي يُعْرَبُ بِالْحَرَكَاتِ أَرْبَعَةُ أَنْوَاعٍ، الْاسْمُ الْمُفْرَدُ، وَجَمْعُ التَّكْسِيْرُ، وَجَمْعُ الْمُؤَنَّثِ السَّالَمِ، وَالْفِعْلُ الْمُضَارِعُ الَّذِي لَمْ يَتَّصِلْ بِآخِرِهِ شَيْءٌ.
MU’RABAT

Berkata penulis rahimahullah: PASAL

“Sesuatu yang dapat di I’rab ada dua kelompok: kelompok yang di I’rab dengan Harakat dan kelompok  yang di I’rab dengan huruf, adapun (kelompok) yang di I’rab dengan Harakat ada 4 jenis; Isim Mufrad, Jamak Taksir, Jamak Muannats Saalim dan Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun.””

PENJELASAN:

Setelah penulis rahimahullah menjelaskan secara rinci seputar Kalimat yang dapat di Irab, baik itu Isim maupun Fi’il, maka pada pasal ini beliau memberikan kesimpulan secara garis besar dari apa yang telah berlalu. Telah kita lalui bahwa Kalimat yang dapat di I’rab berdasarkan perincian penulis ada delapan:

    Isim Mufrad,
    Jamak Taksir,
    Jamak Muannats Saalim,
    Fi’il Mudhaari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun,
    Al Mutsanna,
    Jamak Mudzakkar Saalim,
    Al-Asmaaul Khamsah dan
    Al-Af’aalul Khamsah.

Telah kita jelaskan semua –Alhamdulillah- satu demi satu definisi dan keadaan I’rab delapan hal diatas, baik ketika di Rafa’, di Nashab, di Khafadh/ di Jar maupun ketika di Jazem. Delapan jenis ini jika kita perhatikan dari sisi tanda I’rabnya, maka terbagi menjadi dua kelompok; kelompok yang di I’rab dengan Harakat dan kelompok  yang di I’rab dengan Huruf.

Pada pelajaran ini kita akan membahas kelompok pertama, yaitu kelompok yang di I’rab dengan Harakat. Kelompok pertama; kelompok yang di I’rab dengan Harakat, yaitu Harakat Dhammah, Fathah, Kasrah dan Sukun. Yang di I’rab dengan Harakat ada 4 macam;

    Isim Mufrad.
        مُحَمَّدٌ
        مَدْرَسَةٌ
        هِنْدٌ
    Jamak Taksir.
        التُّجَّارُ
        الأَغْنِيَاءُ
        الْمَكَاتِبُ
    Jamak Muannats Saalim.
        الْمُسْلِمَاتُ
        الْمُدَرِّسَاتُ
        الصَّالِحَاتُ
    Fi’il Mudhari’ yang tidak bersambung pada akhirnya dengan sesuatu apapun.
        يَذْهَبُ
        يَجْلِسُ
        يَحْضُرُ

Perhatian :

Sengaja kami menggunakan huruf depan pada istilah-istilah Nahwu/ bahasa Arab dengan huruf besar, yang mana hal ini agar menjadi perhatian lebih bagi pelajar saat membaca.

Demikianlah pelajaran kita hari ini. Jangan lupa untuk terus mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang telah lewat, hal ini agar kalian semakin ingat dan paham tatkala mendapatkan pelajaran-palajaran baru, karena pelajaran-pelajaran baru yang akan kita pelajari selalu berkaitan dengan pembahasan yang telah berlalu. Baarakallahu fikum. Waffaqallahul jami’ li kulli khoirin.
-Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri al-Jawy, 20 Dzulhijjah 1435/ 14 Oktber 2014_di Daarul Hadits_Al-Fiyusy_Harasahallah.